Tumbuh bersama Laskar Pelangi

 

Januari lalu, akhirnya aku berhasil menyelesaikan proses membaca buku berbahasa Inggris. Ini buku bahasa Inggris pertamaku yang kubaca penuh seluruhnya dari halaman judul sampai habis. Jelas bukan pencapaian yang wahh kalau lihat latar belakang pemdidikanku yang jadi mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Tapi tetep mari kita rayakan pencapaian kecil ini. Nah tulisan ini selain untuk perayaan "khataman", juga jadi perayaan lain karena judul buku yang aku baca ini sangat mempengaruhi perjalanan hidup dan berbagai sudut pandangku. Buku yang aku maksud adalah novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, atau dalam bahasa Inggris judulnya The Rainbow Troops.

Tahun ini resmi jadi tahun dimana aku sudah melahap versi lengkap Laskar Pelangi. Novel berbahasa Indonesianya, filmnya, dan yang terbaru adalah novel berbahasa Inggrisnya. Meskipun yang terbit lebih dulu adalah novelnya, tapi yang aku nikmati duluan sebetulnya yang versi film. Mari kita bahas perjalanan hidupku bersama Laskar Pelangi.

Film Laskar Pelangi

2008. Saat film ini rilis, aku masih duduk di kelas 6 SD. Masih ingat sekali saat itu entah dapat darimana, di komputer Bapak ada file film Laskar Pelangi. Sebelumnya, Laskar Pelangi memang sudah viral di kalangan kami karena ada nama Muhammadiyah di dalamnya. Setting tempat terjadinya kisah Laskar Pelangi adalah di SD Muhammadiyah Gantong (Belitong) membuat aku yang saat itu sedang bersekolah di SD Muhammadiyah jadi punya kedekatan dengan film tersebut. Selain itu, aku juga sudah pernah melihat ada novel Laskar Pelangi di meja kerja Bapak. Jadi nama Laskar Pelangi juga bukan hal yang asing buatku. Tidak ada review berarti sih soal film ini, karena saat itu niatan nontonnya hanya karena penasaran saja dengan SD Muhammadiyah Gantong yang terkenal itu. Momen sedihnya juga hanya saat adegan Lintang harus merelakan pendidikannya karena ayahnya tidak pernah kembali saat berangkat melaut.

Novel Laskar Pelangi

Circa 2010 (atau 2011). Pertemuan keduaku dengan Laskar Pelangi terjadi saat aku di Madrasah Tsanawiyah. Aku lupa tepatnya di kelas berapa dan aku membaca dimana. Tapi saat membaca novelnya, aku akhirnya menyadari kalau ternyata banyak perbedaan yang ditampilkan di versi buku dan versi filmya. Poin yang lebih penting adalah, aku akhirnya sadar kalo aku tim yang gak masalah dengan perbedaan film dan buku. Karena kedua versinya buatku malah jadi melengkapi visualisasi dari imajinasiku. 

Selain itu, ada lebih beberapa hal yang aku dapatkan saat membaca novel Laskar Pelangi. Pertama, kalau di fim aku hanya sedih di adegan Lintang, saat baca bukunya ada satu lagi adegan yang bikin aku sampai menitikkan air mata: adegan ketika Pak Harfan wafat di meja kerjanya di SD Muhammadiyah Gantong. Kedua, bahwa ada guru yang pendidikannya tinggi tapi ngajarnya nggak enak dan ada guru yang pendidikannya biasa aja dan ngajarnya enak pol. Di novel ini aku iri banget sama Ikal dkk yang sepertinya bahagia banget tuh merasakan punya guru seperti Bu Muslimah. Ketiga, buku ini yang akhirnya membuka mata aku bahwa pendidikan di Indonesia itu banyak masalahnya. Aku lagi jadi orang beruntung aja bisa merasakan sekolah tanpa hambatan berarti. Sedangkan banyak teman-teman aku diluar sana yang hak belajar direnggut oleh keadaan. Ada banyak Lintang di sekitarku, yang kisahnya tidak diketahui oleh siapa siapa.

The Rainbow Troops

2023. Aku akhirnya memutuskan buat baca buku ini di versi onlinenya karena merasa tertampar dengan status mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris tapi kok gak pernah sekalipun tamat baca buku berbahasa Inggris. Ironis! Setelah lebih dari 10 tahun yang lalu sejak aku terakhir berinteraksi dengan Laskar Pelangi, banyak banget yang sudah berubah dari diriku dalam memandang masalah pendidikan. Sudah merasakan jadi mahasiswa di fakultas pendidikan, merasakan jadi guru dan terjun langsung di dunia pendidikan, sudah lebih banyak ketemu sama sisi gelapnya pendidikan bikin aku (lagi-lagi) tetep dapet perspektif baru meskipun sudah baca dan nonton film Laskar Pelangi sebelumnya. 

Yang pasti, walaupun pake bahasa Inggris, ternyata kesedihannya tetep sama. Malah jauh lebih banyak momen dimana aku nangis saat baca buku ini, aku gak tau berapa kali nangisnya wkwk. Di halaman pertama, aku udah nangis! Saat kemunculan Harun menyelamatkan Laskar Pelangi, aku nangis. Saat juara karnaval pertama kalinya setelah 40 tahun, aku nangis. Saat Lintang menggantikan Bu Mus mengajar, aku nangis. Momen Lintang berhenti sekolah dan Pak Harfan wafat? Gak usah ditanya lagi. banjir air mata guys hahaha.

Yang mau aku sampaikan dari tulisan ini adalah, ternyata kita nggak akan pernah tau masa depan akan membawa kita ke arah mana, tapi yang pasti adalah pandangan kita soal kehidupan pasti akan berubah bahkan pada satu hal yang persis sama. Di salah satu video TED Talks, seorang jurnalis bernama Shankar Vedantam mengatakan bahwa: "When we look backwards, we can see enormous changes in who we have become. But when we look forwards, we tend to imagine that we're going to be the same people in the future." Aku dan Laskar pelangi sudah menjadi bukti bahwa ada yang berubah dari aku dari waktu ke waktu, walaupun hari ini aku juga masih sering merasa gini gini aja.

Okey, pada akhirnya aku gak pernah menyesali keputusanku untuk berinteraksi dengan laskar Pelangi sebanyak ini. Bukannya bosan, aku malah jadi belajar lagi dan lagi karena kebetulan setiap momen pertemuanku dengan laskar Pelangi selalu dibarengi dengan pengalaman hidup yang berbeda. Akhir kata, terima kasih Laskar Pelangi yang sudah jadi salah satu teman tumbuhku tanpa aku sadari. Sekian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2023: Final Review

Kubangan

Aku dan Buku