Jika Tuhan Maha Mendengar, Untuk Apa Kita Berdo'a?


Aku buat tulisan ini tujuannya tidak untuk menggurui siapapun. Hanya sebuah refleksi diri dan upaya kilas balik atas perjalanan menemukan sesuatu. Pun jika kamu yang baca ini mengharapkan isinya akan sangat relijius, mohon maaf you will not find it. Mungkin akan ada beberapa ayat al-Qur'an, tapi banyak lainnya adalah murni cerita dan perspektifku sendiri. Aku juga tidak menulis ini untuk memberitahu bahwa apa yang aku lakukan sudah benar dan sempurna. Aku hanya menguji kemampuanku untuk mendeskripsikan perubahan yang terjadi padaku. 

Pertanyaan "Jika Tuhan Maha Mendengar, untuk apa berdo'a?" pernah muncul dari diriku sendiri bertahun-tahun yang lalu. Seiring berjalannya waktu dan aku sudah melewati berbagai proses untuk dilalui, aku mulai bisa menjawab pertanyaan nakal itu. Ini sebuah proses yang cukup panjang, yang cocok disandingkan dengan frasa "biar waktu yang menjawab". Pada masanya, aku merasa bahwa terpikirkan pertanyaan seperti itu bahaya untuk kelangsungan kehidupan beragamaku. Singkat kata aku takut dilaknat sama Allah, tapi di lain sisi aku merasa tidak memiliki keterikatan yang memaksa aku harus meminta sesuatu kepadaNya. Saat itu, yang aku tau adalah bahwa aku manusia beragama dan memiliki Tuhan untuk disembah dan tempat memanjatkan doa-doa. Aku harus berdoa kepada Allah hanya karena aku Islam dan Allah lah satu-satunya Tuhanku. Tapi jawaban itu sama sekali tidak memuaskan buat aku. Aku butuh alasan yang lebih manusiawi dan aku bisa terima. Akhirnya aku coba "mencari" jawaban pertanyaan itu dengan berbagai cara: bertanya pada orang lain, bertanya ke internet, bertanya ke buku referensi dan yang paling sering adalah bertanya ke diri sendiri. 

Satu ayat al-Qur'an yang populer sekali kalau sudah masuk ke pembahasan do'a adalah Q.S Al-Baqarah ayat 186. Makna ayat tersebut jika diinterpretasikan adalah pernyataan Tuhan bahwa Dia itu dekat dan akan mengabulkan permohonan seorang hamba yang berdoa kepadaNya. Ayat ini mulanya aku anggap sebagai perintah biasa saja, tapi setelah didalami makna do'a menjadi luas sekali dan tidak hanya sebatas agenda formalitas seorang hamba dengan Tuhannya. Prosesi berdo'a bukan semata-mata kewajiban seorang hamba, tapi juga sebagai media komunikasi. Nah, ayat ini adalah stimulus agar selama berdo'a kita manusia bisa merasakan kebaradaan Tuhan meskipun tidak dapat dilihat oleh mata. Memang betul Tuhan Maha Mendengar, tapi Dia menginginkan komunikasi yang lebih intim dengan kita sehingga kita harus mengakui bahwa Dia dekat dan kita merasa yakin Dia akan mengabulkan permintaan yang diajukan kepadaNya sebelum mulai berdo'a. Selain itu, ini juga menunjukkan keagunganNya : bahwa meskipun Dia mampu mengabulkan apapun, tapi Dia tetap ingin hambaNya merasa nyaman untuk meminta. Tapi, bukan ayat ini yang menampar aku soal percakapan dengan Tuhan melalui do'a. Ayat pendek di Q.S al-Maarij justru jadi wow momen kesadaranku. 

Arti ayat ini adalah : Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. By the way, yang memberi jawaban ini adalah Bapak, dan aku suka sekali bagaimana Bapak memberi penjelasan langsung tanpa banyak dalil yang ndakik-ndakik. Oh bahkan Bapak tidak menjelaskan apapun, beliau hanya membacakan arti surat Al-Maarij itu saja setelah aku melontarkan pertanyaan yang aku jadikan judul tulisan ini. Bahkan momen tanya jawabnya pun sangat tidak niat, Saat itu aku lagi goreng tempe dan Bapak baru keluar dari kamar mandi. Ayat ini menyempurnakan pemahamanku soal berdo'a sebagai media komunikasi seorang hamba dan Tuhan. Pada dasarnya, manusia memang suka mengeluh dan manusia butuh melampiaskan apa yang dikeluhkannya. Dalam isu kesehatan mental, jika seseorang mengalami suatu emosi seperti marah atau sedih, sebaiknya tidak memendamnya karena akan menjadi "racun" yang berakibat buruk. We have to release our feeling, dan Tuhan sudah memberikan fasilitas melalui do'a. 

Setelah beberapa waktu, makna berdo'a pada diriku juga mengalami perubahan. Yang paling aku sadari adalah keterikatan kita pada Tuhan tidak akan terjadi sebelum ada keterikatan kita pada diri sendiri. Sederhananya adalah, kita tidak akan merasa membutuhkan do'a karena kita belum tau apa yang harus kita katakan kepada Tuhan waktu berdoa. Oya, do'a disini aku universalkan bentuknya sebagai upaya pengharapan kita, bukan hanya do'a dalam makna sempit sebagai aktivitas menengadahkan tangan dan memunajatkan permohonan. Lagi-lagi aku ingatkan, ini pandangan subjektifnya aku aja. Bisa jadi ada yang pengalamannya sama, bisa juga ada yang sama sekali berbeda. Dengan berdo'a, aku jadi mempersiapkan bahan pembicaraan apa yang mau aku ajukan kepada Tuhan. Yang mulanya do'aku hanya singkat, padat tapi ndak jelas (karena hanya sekedar kalimat kosong yang terlontar), sekarang aku punya lebih banyak wish-list untuk aku beritahukan kepada Tuhanku. Ketika dulu doa'ku cuma umum saja atau paling banter "kalau dia jodohku dekatkan, kalau bukan tolong jauhkan aku dari rasa kecewa yang berlebihan". Tapi sekarang, aku bisa dengan manja meminta hal remeh temeh kepadaNya ditambahi kalimat rayuan "Kalo bukan kepadaMu, aku gak tau lagi harus bilang ke siapa ya Allah". 

Jika aku lepaskan unsur religius yang kaitannya dengan kewajiban penghambaan kepada Tuhan, berdo'a sejujurnya sangat memberikan aku manfaat baik khususnya untuk kesehatan mentalku. Aku jadi lebih sering bercakap dengan diri sendiri mengenai keinginanku, mengenai harapan, mengenai rasa takut, mengenai masa depan, mengenai hal baik dan juga buruk. Aku jadi lebih asertif untuk mengomunikasikan emosi-emosi yang aku rasakan saat aku marah dan sedih, kalau bahagia sudah pasti dong hehe. Aku jadi lebih sering memberikan validasi untuk keluhan yang muncul dari diriku, dan diiringi dengan keyakinan bahwa badai yang aku hadapi ini pasti berlalu. Aku jadi lebih mampu mensyukuri setiap detail kehidupan yang aku dapat, bahkan jika menghadapi keadaan yang buruk pun aku anggap itu sebagai anugerah. Dari kesemua itu, kesimpulannya sangat sederhana : kalau kamu mau dapet ketenangan jiwa, sayangilah diri sendiri. Dan berdoa jadi salah satu upayamu menyayangi diri sendiri. 

Yak, jadi segitu aja yaa kisahnya. Semoga kita jadi manusia yang selalu sehat jiwanya, dan besar hatinya. Semoga kamu menemukan cara untuk melepaskan segala gundah dan resah dalam hatimu. Semoga kamu tangguh dan kuat untuk menghadapi segala rupa cobaan dalam hidup ini. Semoga kamu, yang baca tulisan ini selalu bahagia dimanapun berada. Salam!



Komentar

  1. Semoga yang membuat tulisan ini juga selalu bahagia dimana pun berada hihi proud of u mba👏

    BalasHapus
  2. MasyaAllah, langsung tergugah dan termotivasi 🖤

    BalasHapus
  3. Kalo ngomel sama ngomel-ngomel beda juga ya, nad?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo ini sama sama kata kerja maam, cuma beda intensitas aja hahaha

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

2023: Final Review

Kubangan

Aku dan Buku