The Journey: Angin yang Romantis

Halo!

Saat mulai menulis ini, aku masih dalam keadaan tanpa sinyal di Pantai Ngetun, Gunung Kidul. Jam 3 pagi, gak bisa tidur gara-gara kafein kopi yang aku minum ada tenaga kudanya alias nampol banget. Aku simpan tulisan ini di di aplikasi pencatatat smartphone-ku, untuk diposting kemudian. Jadi, aku dan teman kuliahku mengawali tahun baruan dengan kepala berat karena dihantui UAS. "Apa itu libur?" Kata salah seorang dari kami. Lalu, tanggal 3 Januari kemarin adalah waktu untuk submit tugas penutup mata kuliah di semester ini. Aku sudah mulai menyusun rencana liburan untuk self reward setelah kerja keras garap UAS. Gayung bersambut, Rifat kirim woro-woro open trip camping di pantai. Tanpa pertimbangan yang makan waktu lama, aku pun konfirmasi kalau mau join tripnya. Terakhir aku beach camp udah lama banget soalnyaa, kalo nggak salah 8 tahun yang lalu. Rasanya aku harus (kembali) menceritakan dan mengabadikan  perjalananku lewat tulisan. Aku bingung harus menceritakan apa aja, tapi let's try!

Persiapan dan keberangkatan

Awalnya peserta trip ada 10 orang, tapi karena beberapa alasan harus batal berangkat dan sisa 8 orang: Yasinta, Fathiya, Rifat, Eben, Fahry , Dani, Irfan, dan aku sendiri. Honored mention buat Aa Anwari dan Risa yang nggak jadi ikutan. Setelah koordinasi singkat di H-1 keberangkatan, kami naik motor berdelapan memulai perjalanan ke Gunung Kidul dengan Kosan Yasinta sebagai titik kumpulnya. Perjalanan ditempuh kurang lebih 3 jam karena sedikit terhambat hujan dan kondisi jalan di akhir rute yang cukup bikin deg-degan dengan medan bebatuan dan turunan curamnya. 

Fungsi lain Indomaret: untuk share location wkwk

Senja dan malam yang romantis

Sebelum maghrib kami sudah sampai lokasi, dilanjutkan pilah pilih tempat mana yang paling cocok untuk pasang tenda. Tidak sampai 1 jam tenda sudah terpasang dan kami semua masih sempat menikmati senja yang romantis. Saat tulisan ini publish, senja yang romantis itu jadi berkali lipat manisnya sebab sudah ditambah dengan romantis-romantis yang lain setelahnya. Ini buat beberapa orang keliatan lebay, tapi nggak untuk aku yang suka tersentuh dengan sederhana. Nggak terlihat di ekspresinya emang, tapi aku rekam momen itu sebagai sesuatu yang meaningful. Oiyaa, kami nggak sendirian ternyata. Ada satu rombongan lain yang juga bermalam di pantai Ngetun.

Setelah hari gelap, lampu-lampu dinyalakan dan kami duduk bareng sambil menyiapkan makan malam. Sebelum itu, kami juga sempat main Uno beberapa putaran dan main tebak-tebakan untuk mengisi waktu. Gerak kami terbatas sekali karena kebetulan setelah maghrib hujan turun dan kami semua harus duduk bareng berlindung di bawah terpal sembari bakar2 ayam, jadi memang gak bisa beraktivitas diluar terpal. Di tulisan ini aku sekalian mau minta maaf karena gak banyak kontribusi buat nyiapin makan malamnya, malah banyak ngang ngong aja :(. Setelah ayamnya matang, kami makan bersama. Romantis sekali makan malam kali ini! Ditemani suara deburan ombak dan sinar bulan, ditambah rasa lapar yang bikin makan lebih nikmat. Dua jempol buat Fathiya dan Yashinta yang sudah jadi sie. Konsumsi paling sat set buat nyiapin kebutuhan perut kami.

Suasana senja dari dalam tenda

Angin yang romantis

Setelah makan selesai dan bekas-bekasnyanya sudah kami bereskan, niat hati ingin menikmati suasana malam di pinggir pantai sambil chill melepas penat pasca gempuran UAS. Tapi yang terjadi adalah, tenda kami porak poranda digempur angin. Sebetulnya tidak "sebadai" itu, tapi anginnya berhembus kencang sekali sampai bikin patok-patok tenda kami lepas dari cengkeramannya. Ditambah lagi, posisi tenda yang kosong makin bikin mudah tersapu angin. Karena kondisi hujan, mau ndak mau kami harus evakuasi darurat untuk mengamankan barang bawaan dari hujan. Kisah soal badai ini cukup menegangkan dan bikin takut pada awalnya, tapi justru jadi "kuncian" dari makna romantis perjalanan ini pada akhirnya.

Momen evakuasi dan pasca evakuasi jadi worth to remember karena aku malah merasa punya kesempatan bonding dengan satu sama lain. Selama menjalani perkuliahan semester ini, sepertinya aku bukan tipe anak gaul yang asik berinteraksi gitu soalnya, jadi ketika bisa dapet momen kebersamaan kayak gini, rasanya seneng banget. Obrolan penting dan gak penting muncul di sela sela proses pasang ulang tenda dan tanpa aku sadari aku menemukan sisi lain dari teman-temanku yang selama cuma aku temui di kelas aja. Hikmah dari bubrahnya tenda kita adalah: aku pribadi jadi lebih merasa dekat dengan satu sama lain karena kami abis merasakan badai yang sama dan kami semua mencoba untuk keluar dari masa sulit sama-sama. Makanya aku nobatkan "badai" malam ini sebagai badai yang romantis.

Tulisan di jaket A Irfan yang cukup relate buat kehidupan

Paginya, hidup kami chill banget seolah semalem nggak ada kejadian apa-apa wkwk. Jam 5 pagi aku keluar tenda buat menikmati angin laut yang dersiknya gak was wes wos kayak semalam. Gak lama kemudian aku akhirnya ngantuk dan lanjut tidur lagi wkwk. Lainnya, ada yang ngopi ada juga yang lanjut mandi di laut. Setelah beberapa dari kami puas maian air, selanjutnya adalah bersih diri dan bongkar tenda lalu melanjutkan perjalanan kembali ke Kota Jogja. Perjalanan pulang ternyata lebih sulit dibandingkan saat berangkat karena medan menanjak yang terjal cukup bikin motor kami "ngos-ngosan" dan berkali kali istirahat. Tapi syukur, kami semua bisa sampai dengan aman dan menutup hari dengan pegal-pegal yang worth it. Akhirnya, aku mau mengucapkan terima kasih untuk momen yang singkat tapi berharga berharga banget. Terima kasih udah jadi bagian dari cerita kehidupanku.

Salam, 

Nadiya  

Kenangan dari pasirnya Pantai Ngetun


Komentar

Postingan populer dari blog ini

2023: Final Review

Kubangan

Aku dan Buku