The Journey : Perjalanan ke Kendari (Part 2)

Foto jepretan Saukat

Hai, hari ketiga aku di Kendari nii. Btw aku belum berniat cerita soal Kendari karena aku masih harus riset lebih jauh dan lebih banyak lagi tentang Negeri Anoa ini. Di part 2, bahasannya bisa dibilang sepele dan sangat personal, tapi tetap worth to enjoy kokk. Jadi tulisan kali ini adalah tentang burung besi yang mengantarkan kami ke Tanah Celebes. Aku mau bahas soal naik pesawat karena moda transportasi ini termasuk jarang aku gunakan di hidupku. Dari 25 tahun hidup, ini baru kali ke-4 aku naik pesawat. Lalu, kondisi pandemi juga membuat naik pesawat yang dulu aku anggap ribet jadi makin ribet sekarang tu. Oke, mari kita mulai aja yaa

Sistematika naik pesawat saat pandemi

Ini perlu aku abadikan si, barangkali bermanfaat. Walaupun peraturan ini mungkin akan berubah seiring berjalannya waktu. To be noted, penerbangan kami di tanggal 20 Oktober 2021, berangkat dari Bandara Soekarno Hatta (CGK) dan mendarat di Bandara Haluoleo (KDI). Per tanggal ini peraturan yang berlaku adalah minimal sudah vaksin dosis pertama dan hasil tes PCR (berlaku 2x24 jam). 

Lalu, untuk sistematika check-in aku bakal jelasin dikit juga tahapannya. 

1. Sebelum masuk gate, pastikan sertifikat vaksin dan PCR sudah bisa diakses di aplikasi Peduli Lindungi (PL). Jika tidak mungkin untuk punya PL, ada cara manualnya dengan cek kelayakan perjalanan melalui mesin-mesin yang ada di depan gate lalu minta petunjuk petugas untuk langkah selanjutnya. Tapi, aku sangat menyarankan untuk install PL karena sangat menghemat waktu.

2. Check-in di loket maskapai seperti biasa, atur bagasi seperti biasa, cetak boarding pass seperti biasa. Kalau sudah check-in online malah bisa paperless untuk ticketing-nya.

3. Di gate keberangkatan, sebelum scanning area e-hac yang ada di PL diperlihatkan ke petugas, baru kita diperbolehkan masuk. Jika tidak ada PL, yang ditunjukkan adalah keterangan layak yg didapatkan dengan cara manual di gate awal.

Sebetulnya hanya 3 itu tahapannya. Tapi jadi terasa menyulitkan karena biaya PCR yang tinggi dan tidak bisa keluar hasilnya dalam waktu singkat, juga proses digital di PL yang cukup bikin kelabakan bagi beberapa orang yang tidak terampil berselancar di antarmuka aplikasi. Aku dan beberapa dari kita masih terlena dengan kenikmatan menggunakan kertas sehingga harus kerja lebih keras untuk adaptasi di dunia digital. 

Kira kira itulah tahapan singkat kalo ada yang butuh panduan penerbangan. 

Naik pesawat dan cerita untuk anakku

Move to another thing. Masih soal penerbangan, ada beberapa hal sederhana tapi maknanya dalem banget dan bikin aku memunculkan keinginan "nanti aku harus ajak anak aku naik pesawat dan menceritakan makna dibaliknya". 

1. Garbarata

Ketika pertama kali mendengar istilah ini, aku langsung jatuh cinta dan suka sekali dengan kombinasi huruf yang kemudian tersusun menjadi sebuah kata : gar-ba-ra-ta. Setelahnya, aku langsung caritau arti garbarata di KBBI karena aku gak tau sama sekali maknanya. Maklum, saat itu naik pesawat masih sebatas angan-angan. Jangankan paham istilahnya, bakal bisa naik pesawat pun tidak terbayang. 

Ternyata, secara filosofis bagiku garbarata juga punya makna mendalam dimana ketika seseorang melewati garbarata  maka saat itu pula ia sedang memutuskan untuk siap terbang dan pergi jauh. Pergi untuk pulang, atau pergi untuk selamanya. Sampai sekarang, aku masih merasakan efek magis setiap kali aku mengucapkan kata ini. Rasanya seperti membaca mantra : gar-ba-ra-ta.

2. Sayap pesawat

Soal yang satu ini, ada beberapa premis yang menginspirasi aku untuk menceritakan hal ini ke anakku nanti. 

Premis pertama, aku teringat salah satu adegan di sekuel Habibie & Ainun (tapi lupa bagian yang mana). Saat Habibie dan Ainun naik pesawat menuju Jerman, Habibie menjelaskan soal retakan di sayap pesawat. Premis kedua, waktu SMA ada satu materi pelajaran fisika tentang Hukum Bernoulli. Salah satu aplikasinya adalah soal cara kerja sayap pesawat. Aku jelaskan sedikit yaa. Jadii sayap pesawat itu ada satu bagian yang fleksibel dan bisa dibuka dan ditutup seperti katup. Ketika akan terbang, sayap pesawat itu sedikit membuka, saat sudah di angkasa rongganya akan jadi rapat dan saat landing katupnya akan terbuka lebar. Btw ini akan lebih jelas tervisualkan kalau kalian sudah pernah naik pesawat. Back to topic, soal Hukum Bernoulli (dan hukum lain) memang aku akui akutu bodoh sekali soal rumus-rumus fisikanya. Tapi, aku suka merelasikan hukum-hukum itu ke kehidupan sehari hariku.

Ini juga jepretan Saukat

Nah dari kedua premis itu, kemudian aku satukan jadi tesis yang bikin aku berkeinginan dan juga merasa bertanggungjawab kalau anak aku nanti harus dapet ilmu soal Hukum Bernoulli lewat cerita dan lewat pengalaman langsung biar pas udah agak gedean terus dapet materi Hukum Bernoulli di sekolah gak kayak aku hahaha. 

3. Turbulensi

Kata yang satu ini juga sama spesialnya kayak garbarata. Tapii makna yang aku tangkap ketika pertama kali mendengar kata turbulensi sedikit berbeda sama garbarata. Tur-bu-len-si. Repeat after me : tur-bu-len-si. Apa yang ada dalam benakmu saat kata ini lewat dalam kepalamu? Kalau aku, kata ini memunculkan kesan canggih seperti mendengar suara roket yang terbang ke luar angkasa atau seperti membayangkan melihat pesawat jet dengan moncongnya yang runcing. 

Lalu secara makna, turbulensi itu kayak ujian hidup yang bertubi-tubi buat aku. Bayangin yaa, naik pesawat aja tu rasanya cukup mengerikan. Ditambah harus merasakan jalan yang "nggronjal" di langit sana, duh Gusti. Tapi ya memang begitulah hidup. Kadang banyak turbulensi, kadang turbulensinya datang sekali sekali, kalau beruntung tidak mengalami turbulensi, mungkin di flight selanjutnya kamu bakalan merasakannya.

4. Critical eleven

Dalam penerbangan, ada 11 menit waktu kritis yang jadi penentu. Waktu tersebut adalah 3 menit setelah pesawat take off dan 8 menit sebelum pesawat landing. Ada apakah dengan critical eleven

Dari artikel ini aku dapet penjelasan bahwa ketika critical eleven, pramugari dilarang melakukan komunikasi dengan pilot karena pilot harus berkomunikasi secara intensif dengan ATC (Air Traffic Controller). Selain itu, ternyata 80% kecelakaan juga terjadi di critical eleven ini lho guys. Segitu pentingnya 11 menit di awal dan di akhir, sehingga perjalanan berjam-jam yang dilalui seperti nggak ada apa-apanya. 

Aku menganalogikan critical eleven seperti ini : dari puluhan tahun hidup manusia pasti akan ada momen kritis dimana kita dipaksa untuk meningkatkan kemampuan bertahan hidup. Tapi di momen itulah ternyata kita semua sedang mengalami percepatan dalam mempelajari sesuatu. Disadari atau tidak, ketika pesawat akan landing dan take-off, semua orang pasti mengusahakan sesuatu. Pilot komunikasi intens dengan ATC, pramugari memberi instruksi, dan sebagian penumpang mungkin merapalkan doa-doa. Iya, usahanya ada 2 macem. Ada yang beraksi ada yang berdo'a. Biar seimbang.

Oke guys, part 2 selesai disini. Semoga bermanfaat yaa. Semoga kalian bisa selalu memaknai segala hal dalam hidup. 

Salam cinta,

Nadiya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2023: Final Review

Kubangan

Aku dan Buku