The Journey : Makna Perjalanan
![]() |
Makna perjalanan selalu jadi bagian penting agar aku tidak hanya melakukan perjalanan sebatas proses perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain, tapi juga sebagai media dimana aku bisa mengambil pelajaran berharga. Aku mau menjadikan semua perjalananku sebagai sekumpulan pelajaran yang bisa aku tengok kembali untuk bekal di kehidupan nyata. Rasanya sulit memang untuk menerima keadaan tidak nyaman setiap kali kita melakukan perjalanan. Sesimpel beberapa hal kecil yang aku maknai ketika kemarin melakukan perjalanan bareng tim Lazismu. Sengaja aku bahas soal ini pada bagian yang berbeda, karena walaupun yang aku ambil masih makna perjalanan dari cerita monev Lazismu kemarin, tapi tetap kawan-kawan bisa mencoba mencari makna perjalanan sendiri lewat perjalanan apapun. Disini aku kasih contoh cara aku memetik makna perjalanan. Untuk bisa memetik makna perjalanan kita perlu banget punya kemampuan melihat sesuatu dengan perspektif yang lebih luas. Berusaha mencari hal baik bahkan dalam hal terburuk sekalipu pun. Mengusahakan tetap bahagia meskipun kamu tau bahwa keadaan sulitmu mungkin sangat menyesakkan. Ini sulit kawan, tapi pasti bisa. Dan kalau sudah sampai di titik mampu memaknai segala sesuatu, maka tidak akan ada perjalanan yang menyebalkan. Kayak gini ni contohnya :
Kacamata hitam
Dua hari sebelum perjalanan, kacamata aku yang lama sempurna rusak. Lensanya yang sebelah jatoh
di jalan dan gak bisa ditemukan lagi. Kejadiannya pas jam sahur btw, jadi pas aku jalan ke rumah belakang
mau ambil sayur buat sahur, jatohlah itu lensa di jalan. Paginya, aku langsung ke optik punya kawannya
Bapak di daerah PU. Aku manfaatkan frame yang ada di rumah, ada Ray-Ban KW 1000 sama sunglasses
capung yang lensanya metallic. Setelah minus mata aku diukur ulang, aku dan si oom optik diskusi lensa
apa yang harus dipake. Dan tersimpullah aku isi yang Ray-Ban pake lensa anti radiasi dan yang sunglasses
diisi pake lensa warna hitam. Hasilnya, aku jadi punya personalized sunglasses yang menjadikan aku tetep
bisa melihat dengan jelas. Karena biasanya, aku gabisa pake sunglasses dengan nyaman.
Pilihannya : aku pake sunglasses aja tapi pandangan kabur atau atau aku dobelin sunglasses sama
kacamata biasaku. Keduanya gak nyaman. Nah, keberadaan kacamata hitam di perjalanan ini worth it
banget buat tetap bisa tidur tanpa silau karena saat siang kita menghabiskan waktu di jalan.
Pandemi
Generally, this is not as special as what you think. But, this is my first long trip on a pandemic.
We have to wear a mask all the way we go. It is sooo uncomfortable.
Jamak Sholat
Rukhsoh yang paling aku suka saat perjalanan. Jamak sholat hahaha.
Apalagi kalau travelling yang mengharuskan berpindah-pindah tempat kayak gini, bisa diqoshor
dan sholatnya lebih singkat. Pada diskusi tipisnya aku dan Fajar di Belitang waktu itu, aku bilang
soal “kalo ada pilihan mudah, ngapain cari yang susah” dalam perdebatan soal sholat di mobil saat
perjalanan. Jadi aku kekeh untuk pilih sholat di mobil aja daripada harus turun ke masjid. Aku masih
pake prinsip itu sii, gamau berubahh karena terlalu menikmati enaknya jamak sholat. Tapii, ternyata
aku gak bisa saklek dengan itu pada beberapa hal. Misal, kalau perjalanan bareng terus tour
leadernya kasih instruksi untuk sholat di masjid saja atau kesepakatan bersama untuk sholat di masjid
tertentu. Jadi intinya aku tim jamak qoshor di kalo di mobil kalo pas sendirian, tapi tim manut mau
gimana kalo dalam tim.
Ambulance
Woaah, ini gawat banget sii spesialnya. Di hari pemberangkatan aja aku ter hah begitu mengetahui
kalo perjalanan kita bakalan pake ambulance. It was just like how come? Pas dilakoni, asik asik ajaa
apalagi ambulancenya punya speaker di belakang. Musik lancaarr, perjalanan aman sentosa. Yang lucu,
karena situasi pandemi membuat kehadiran ambulance jadi “sesuatu” bagi masyarakat. Kita udah biasa
banget dapet pandangan aneh dan curiga dari orang-orang yang liat mobil kita melintas. Hampir semua
orang malah. Ada juga ibu-ibu yang langsung lari masuk ke rumah saat atau bapak-bapak yang langsung
tutup hidung pakai jaketnya ketika berpapasan sama ambulans kita. Cerita lain adalah “blessful story”
waktu adegan nyasar di Lampung Timur. Sempet terucap oleh Pak Nanang “untung pake ambulans” saat
itu. Selama 5 hari hidup di atas ambulans alhamdulillah bikin aku dan Mbak Jeni bisa tidur dengan posisi
normal (bukan duduk) hahaha. Makanya kubilang ambulansnya kita sulap jadi mini campervan, yaa
karena kita jadi kayak punya kamar di belakang mobil.
Mas Deni
Driver super bakoh tanpa tanding. Kita semua selain Mas Deni gak ada yang bisa nyetir. So, he has to
survive alone selama berkelana. Mantapnya lagi, Mas Deni bisa nyetir tu baru beberapa bulan katanya.
So good! Ada juga soal cerita Mas Deni dan pempek. Ini spesial juga buat akuu, every coincidence is
important. Waktu perjalanan menuju Desa Sri Gading, terucap dari mulut Mas Deni “mbayangin makan
pempek enak deh” (atau kira-kira begitulah ucapannya). Laah pas di rumah Pak Nanang kok ternyata
yang disuguhkan adalah semangkuk pempek. Whoaaa, kita langsung heboh sekalii. Bisa-bisanya pas
banget sama apa yang kita obrolin tadi pas di mobil.
![]() |
Sore di Bahuga |
Mandi
Everybody knows gimana gue mager banget mandi. Mandi adalah perjuangan, mandi adalah
penderitaan, mandi adalah ilusi kesegaran buatku. Kalau ada pilihan untuk tidak mandi aku akan
memilihnya pada kesempatan pertama. Skin care number one, mandi number sekian wkwk. Naah
momen jalan-jalan ini membuat aku rutin mandi setiap pagi dan malam hari. Aku jadi bangga sama
diriku sendiri.
Sumsel
Ini momen yang paaaaaaaling bikin bahagia sampai terharu. Aku sampe nangis! Jadi jarak Bahuga
ke Belitang (kecamatan terluar Sumatera Selatan) itu hanya hitungan menit. Kami diantar Bang Anton
pulang lewat Belitang guys. Nah, aku tu ketika perjalanan punya kebiasaan buat bacain plang yang ada
alamatnya untuk tau aku posisi lagi dimana. Lalu suatu ketika aku baca 1 plag dan di ujung alamat
tertulis Sumatera Selatan. Boom! Air mata aku gak bisa aku tahan lagi hahaha. Aku, walaupun orang
sumatera, belum pernah bepergian ke provinsi lain di sumatera kecuali Palembang di tahun 2016 lalu
(kalo aku gak salah ingat). Selain itu, Belitang juga punya makna khusus buat aku. Ada banyak orang
yang aku kenal tinggal di Belitang sana (ada lebih dari 5) dan dan sebagian mereka masuk ke dalam
lingkaran terdekat aku selama sekolah di Mu’allimaat dulu. Nama Gumawang dan Bendungan Komering
sudah familiar aku dengar saat aku masih sekolah di MTs dan waktu MA adekku juga ikut program
Mubaligh Hijrah (MH) di Gumawang sana. Aduh ini bakalan sentimentil bangetsi. Aku waktu itu iri
banget banget sama Aban karena bisa ngerasain MH di luar Lampung. Lalu bertahun-tahun kemudian
aku cuma wondering wondering aja “kapan yaa aku bisa main ke Belitang?”. Honestly, pas Bang Anton
bilang “dari sini ke Gumawang cuma setengah jam lho.” Yaa robbii, perasaanku tu kayak lagi bucin
sama pacar yang lama gak ketemu. Pengen banget tau tau pergi kesanaa, bentar aja gapapa yang
penting bisa tatap muka. Singkatnya, yang bikin aku nangis adalah aku merasa kayak abis ketemu
seseorang yang udah lamaa banget aku rindukan. Sebahagia itu, sampe nangis harus jadi penjelasnya.
Oleh-oleh
Perjalanan dan oleh-oleh are stick to each other. Di setiap tempat yang kami singgahi, selalu ada
oleh-oleh yang kami bawa. Lampung Timur : membawa dan dibawakan buah sama Yustika, ada juga
krupuk cumi dan rengginang. Di Lampung Utara : bawa jambu banyak banget+bumbu petisnya.
Di Way Kanan : dibawain BerasMu (usahanya Muhammadiyah) dari sana banyak banget, 7 atau 8
karung ukuran 5kg kalo gak salah ditambah bekal nasi dan lauk yang dibawain Mbak Ambar.
Membawakan oleh-oleh selalu means a lot to me, secara filosofis itu menunjukkan kepedulian tuan
rumah dan secara psikologis itu adalah bentuk pragmatis untuk memberikan pesan “tolong jangan
lupakan kami”. Once in a while ini akan terlihat seperti orang matre yang menuntut oleh-oleh yak.
Padahal kagaak, dikasih atau gak dikasih oleh-oleh mah perjalananku tetep aku bisa nikmati secara
penuh. Itu pandangan subjektif saja sebetulnya, tapi tetep ketika aku pergi ke suatu tempat terus dikasih
sesuatu, hatiku akan bekerja dengan cara lain gitu lhoo. Semoga bisa dipahami yaa.
![]() |
Pak Rum |
Belajar dari Pak RT
Terkadang kita butuh menceritakan kepada orang-orang tentang siapa kita. Bukan untuk meminta
perhatian lebih atau pamer jabatan, tapi we just stimulate people to be respect to us. Akan terasa
sangat tidak menyenangkan ketika dipandang rendah oleh orang lain, apalagi jika keadaan sebenarnya
adalah kita punya sesuatu yang lebih baik. Personal branding is important. It is not about attention
whore, but about your self confidence.
Belajar dari Pak Rum
Belajar, atau kita spesifikasikan sebagai membaca adalah perintah Tuhan yang termaktub dalam
kitabNya. Sayangnya di Indonesia kata “belajar” sudah dipersempit maknanya sebagai “sekolah”.
Kalau anda gak sekolah, ya artinya gak belajar. Padahal belajar adalah sesuatu yang gak mengenal
kata tua. It is infinity. Pak Rum, salah satu penerima bantuan kami di Lampung Utara memberikan aku
tamparan soal belajar. Beliau memiliki masalah pendengaran, tetapi tetap semangat membaca
meskipun di usia tuanya. Saat kami datang pun, beliau sedang membaca satu majalah kusam yang
mungkin sudah dibacanya berulangkali. Ada ungkapan bahwa semakin seseorang berilmu, maka
tastenya akan semakin tinggi because learning is a device to connect entities. Nah aku bisa lihat ini
dari Pak Rum, meskipun beliau tinggal di desa yang jauh dari nuansa perkotaan bahkan rumah beliau
pun di ujung gang. Tapi, aku lihat ada yang berbeda dari Pak Rum. Aku melihat ilmu di wajah beliau.
Belajar dari bang Anton
Be fully dedicated. Satu kalimat untuk aku setelah melihat bagaimana melihat Bang Anton bercerita
dan bagaimana Bang Anton membantu kami selama disana. Bagaimana beliau berkali-kali menanyakan
posisi kami untuk memastikan perjalanan kami aman-aman saja. Bagian ini gak akan panjang, karena
sudah bisa dijelaskan dalam kalimat singkat.
Indah pada waktunya
Aku tidak punya perjalanan yang buruk. Aku meyakini cerita-cerita buruk yang muncul adalah bagian
pelengkap dari semua perjalananku. Aku jadi bisa bercerita setiap kali selesai melakukan perjalanan,
makanya cerita buruk pun adalah tanda baik. Bahkan misal, perjalanan yang gagal pun tetap bisa
diceritakan kan? Ujung sebuah perjalanan adalah ketika aku mampu menemukan makna yang aku
petik untuk kemudian aku ceritakan. Dan semua momen itu adalah momen yang indah. Jadi ketika
mengalami sesuatu nggak mengenakkan saat perjalanan, aku akan menikmatinya saja, take it easy
karena itu bukanlah akhir. Itu hanya proses menuju akhir yang hanya perlu dilalui saja.
Komentar
Posting Komentar