The Journey : Monitoring Lazismu (Part 2)

Hari pertama (Rabu, 21 Juli 2021)

Good morning Labuhan Maringgai!

Aktivitas kami di pagi hari adalah sholat shubuh, mandi, packing barang lalu minum teh hangat di ruang tamu sambil mengatur strategi untuk efisiensi kerja kami. Selanjutnya adalah sarapan bareng di meja makan. Suguhan pagi ini yaitu udang balado yang mantap sekali ukurannya, besar besar! Ada juga krupuk cumi dan sayur daging. Daging ketiga!  

 

on duty : membagikan daging

 
 

Lokasi pemotongan sapi adalah di SMK Muhammadiyah 1 Labuhan Maringgai. Karena berlokasi di Desa Sri Gading, penduduk setempat biasa menyebutnya Mugad. Sesampainya disana, masing-masing dari kami langsung ambil bagian mengerjakan tugas masing-masing. Mbak Jeni bagian administrasi, Fajar dokumentasi, aku dan Mas Deni distribusi. Singkatnya begitu, karena faktanya kami semua saling isi untuk menyelesaikan tugas. Ditambah lagi bantuan dari Bapak-Bapak desa setempat yang mempermudah proses monev dan penyaluran program. Saat pemotongan, Mbak Jeni dan Fajar tetap di lokasi menyelesaikan keperluan administrasi dan dokumentasi sedang aku dan Mas Deni keliling desa menyalurkan paket sembako kepada para lansia. Kali ini kami ditemani oleh Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Lampung Timur, Pak Mukarom namanya (cmiiw). Jumlah seluruh paket hanya 10, tapi kondisi panas terik dan harus bermasker serta wajib memakai atribut berupa rompi warna hitam cukup membuat kami sesekali mengeluhkan betapa perjalanan kami ini meletihkan sekali. 


Penyaluran selesai sebelum dhuhur, sedangkan sapi qurban sudah sampai di proses pencacahan saat kami kembali ke lokasi. Setelah rehat sebentar untuk minum air dan makan kudapan yang disedian di di kantor sekolah, kami dipanggil untuk makan siang. Oke siap, kondisi lapar ditawari makan siang adalah nikmat tak terperi. Lauknya apa? Sudah pasti daging dong, hasil masakan ibu-ibu hebat yang sibuk di dapur selama bapak-bapak menyelesaikan urusan sapi kurban. Daging keempat! Setelah makan, kami masih punya tugas mendistribusikan daging-daging ini kepada warga yang dijadikan target penerima. Yang kami salurkan hanya 20 bungkus, untuk kebutuhan dokumentasi saja lalu sisanya akan diselesaikan oleh panitia lokal dengan tetap berkoordinasi untuk melaporkan keseluruhan jumlah penerima. Saat penyaluran kami sempat berhenti sebentar karena hujan. Aku anggap ini ujian kedua dari perjalanan kami. Tapi tidak masalah, karena kami tetap bahagia dan ceria, masih bisa ngobrol apa saja, masih bisa iseng ke satu sama lain, dan masih bisa mengeluarkan jokes lucu dan juga jokes garing. 

 

yang bikin panik orang satu desa

 


Serampung menyalurkan 20 paket, kami langsung pamit untuk melanjutkan perjalanan kepada Bapak-Bapak panitia lokal. Mampir sebentar ke rumah Yustika untuk sholat dhuhur dan juga menyampaikan ucapan terimakasih karena sudah diberikan tumpangan menginap. Tidak lupa menjarah makanan di meja tamu untuk dibawa sebagai bekal perjalanan. Kami berangkat dari Labuhan Maringgai sekitar kurang lebih pukul 14.00, lalu berhenti di Indomaret Sekampung Udik sekitar 1 jam kemudian. Driver kami, Mas Deni, terlalu ngantuk dan lelah untuk melanjutkan perjalanan. Setelah belanja beberapa kebutuhan, kami semua tidur di mobil. Ternyata semuanya kelelahan setelah melewati satu hari tugas monev hari ini. Saat bangun, hari sudah sore meskipun matahari masih bersinar terik. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju destinasi selanjutnya : Muara Sungkai, Lampung Utara.


Rute yang kami ambil adalah lewat Pintu Tol Lematang yang berlokasi di Tanjung Bintang lalu keluar di Pintu Tol Terbanggi Besar. Dari Pintu Tol Terbanggi besar kami melanjutkan perjalanan melalui jalur lintas tengah menuju Kotabumi. Karena berkaca dari pengalaman nyasar di Lampung Timur, kami ndak mau ambil resiko nyasar lagi di perjalanan kali ini. Untuk itu, Mbak Jeni kembali berkomunikasi dengan Bapak-Bapak Lazismu Lampung Utara dan kami diberi arahan untuk transit dulu di SD Soekarno Hatta Kotabumi. Perjalanan kami mungkin hanya menghabiskan waktu 1-1,5 jam saja karena sesampainya di lokasi yang sudah ditentukan, adzan Maghrib baru berkumandang. Di SD Soekarno Hatta kami disambut oleh bapak penjaga sekolah yang langsung memberi arahan dimana toilet, tempat wudhu dan lokasi sholat berada. Istri beliau, juga langsung sigap membuatkan kami teh dan kopi untuk menghangatkan badan selepas perjalanan jauh. 


Selesai sholat, kami duduk sebentar untuk menunggu tim pengantar lengkap. Mereka jumlahnya ada 4 orang : Pak Nasrun, Pak Fikri, Pak Kasim dan putranya Pak Nasrun yang aku sapa dengan panggilan “Mas”. Setelah semua lengkap, juga setelah mampir mini market milik Muhammadiyah Kotabumi, kami langsung menuju lokasi utama : Muara Sungkai. Perjalanan kami jadi lebih tenang karena dikawal hanya perlu mengikuti mobilnya Bapak-Bapak pengantar di depan kami itu. Tapi perjalanan yang tenang bukan berarti perjalanan yang mudah lho yaa.

 

oleh-oleh dari rumah Yustika

 


Biarpun masih sama-sama Kabupaten Lampung Utara, tapi perjalanan kami itu memakan waktu lebih dari satu jam lho. Ini disebabkan oleh jarak geografis daerah di Lampung yang memang berjauhan, juga disebabkan oleh kondisi jalan yang makin mendekati lokasi makin parah bentuknya. Ini nggak bercanda, kalau kalian lihat sendiri mungkin kalian nggak akan percaya kalau yang kalian lewati ini adalah jalan kabupaten dan bahkan ada juga yang jalan provinsi. Saat aku melihat plang “Kantor Kecamatan Muara Sungkai” pun ternyata hanya ilusi surga. Masih butuh waktu setengah jaman untuk akhirnya sampai di Desa Karang Sakti. I don’t really remember the exact time when we arrived at the destination, tapi sepertinya belum jam 10 malam saat itu. Kami menginap di rumah Pak Aceng, tapi aku gak paham jabatan beliau apa hahaha. 


Malam itu kurang lebih sama dengan malam kami sebelumnya. Sesampainya disana kami disambut dengan hangat oleh Pak Aceng dan beberapa Bapak-Bapak yang berada disitu. Selanjutnya kami langsung diarahkan untuk meletakkan barang kami di kamar yang disediakan. Setelah itu kami langsung lanjut makan malam bersama Pak Aceng dan Bapak-Bapak dari Lampura yang mengantarkan kami. Menu malam itu adalah daging dan tumis tempe kacang panjang. Daging kelima! Biarpun begitu, kami tetap makan dengan lahap karena perjalanan malam ini cukup menguras energi kami.


Malam itu aku berniat untuk menyempatkan buka laptop sebentar sebelum tidur, tapi tak kuasee mataku menahan kantuk ini. Akhirnya setelah makan, membersihkan diri, lalu ganti pakaian tidur dan menyambut tidur lelap tanpa mimpi. Esok harinya sebelum subuh aku baru buka laptop dan menyelesaikan tugasku yang mangkrak. 


Hari kedua (Kamis, 22 Juli 2021)

Selamat pagi Lampung Utara!

Dibandingkan Labuhan Maringgai, udara pagi disini lebih dingin. Tapi bukan dingin yang mengharuskan kami pakai baju hangat. Rutinitas paginya juga gak jauh beda dari kemarin : sholat-mandi-packing-sarapan-menuju lokasi pemotongan. Oiya, sarapan kali ini cukup “menyegarkan” karena gak pakai daging hewan berkaki empat macam sebelumnya wkkw. seingatku, kami makan pakai lauk sambel ikan patin. Yang spesialnya, ikan patinnya di panen dari kolam sendiri (cmiiw). Kalau kemarin lokasinya di sekolah, hari ini pemotongan dilakukan di tanah kosong dekat salah satu rumah warga, tidak jauh dari rumah Pak Aceng. Saat di Labuhan Maringgai, kami harus bawa mobil untuk sampai lokasi, tapi kali ini cukup berjalan kaki tidak sampai 5 menit. 

 

komposisi penuh!

 

Pembagian tugas tim kami juga masih sama seperti hari pertama : Mbak Jeni dan Fajar di lokasi, aku dan Mas Deni distribusi paket sembako. Bedanya, aku sudah mulai punya looping pattern di otak soal apa yang harus aku kerjakan. Jadi sistem kerjaku itu mirip seperti kerja komputer, dimana aku mengerjakan hanya sesuai perintah yang diberikan. Instruksi soal harus begini atau jangan begitu kudu disampaikan secara rigid. Mungkin dalam beberapa momen aku akan terlihat tidak punya inisiatif atau tidak profesional, tapi tidak begitu sebetulnya. Aku hanya tidak paham kalau aku melakukan kesalahan. Karena kalau aku sudah memahami pola kerjanya, aku bisa bekerja dengan cepat bahkan juga lebih baik. Udah macem robot kalilah aku ini. 


Saat mengantar paket sembako, kami dikawal oleh ketua PCM Muara Sungkai yang bernama Pak Saman (cmiiw) dan Pak RT yang aku gak tau namanya. Jumlah paketnya juga 10, tapi lokasinya tidak sejauh sebelumnya. Meski begitu, cuaca panasnya tetap terasa menyebalkannya. Aku bersyukur sudah kenal sunscreen kali ini. Walaupun aku yakin sinar UV bisa menembus kulitku karena aku selalu tidak sempat re-apply di siang hari, tapi setidaknya tetap terlindungi di beberapa jam pertama. Syukurnya, penyaluran berlangsung lebih cepat jadi kami bisa lebih cepat istirahat. Di lokasi, saat kami kembali daging-daging sudah mulai dicacah untuk kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Setelah jumlah kantong mencapai 20, kami langsung medistribusikan ke warga di sekitar lokasi pemotongan. Kali ini juga dilakukan dengan jalan kaki oleh aku, Fajar, Mbak Jeni dna satu pemuda lokal sebagai penunjuk jalan. Mas Deni kami minta untuk istirahat saja karena harus tetap fit saat nyetir. 


Setelah penyaluran selesai, Mbak jeni menyelesaikan urusan administrasi dengan Pak Aceng, kami diajak makan siang di salah satu rumah warga yang dekat dengan lokasi pemotongan. Daging keenam! Setelah itu kami sholat dhuhur berjamaah di musholla, lalu “menagih janji” ke ibu-ibu pemilik pohon jambu di depan rumah Pak Aceng. Walhasil kami melanjutkan perjalanan dengan membawa 1 plastik besar jambu air merah dan 1 wadah bumbu petis buatan ibu-ibu baik itu. 

 

penampakan jalan di depan rumah Pak Aceng

 


Urusan di Muara Sungkai sudah selesai, saatnya berpamitan dengan tuan rumah. Sementara panitia lokal menyelesaikan penyaluran daging, kami melanjutkan perjalanan kami menuju daerah selanjutnya. Saat itu itu kami dihadapkan dengan keadaan dimana kami tidak tahu arah, tapi Pak Aceng mengutus dua orang pemuda desa buat mengantar kami sampai jalan besar. Sampai disini, setelah insiden kehujanan yang aku alami di Lampung Timur, segala yang datang kepada kami adalah anugerah dan berkah. Begitu banyak orang-orang baik yang membersamai langkah kami dalam menyelesaikan tugas ini. Bikin baper emang kalo bicara soal makna perjalanan. Oke, next. Setelah kami berpamitan dengan mamas-mamas yang nganter kami, kami melanjutkan perjalanan berbekal Google Maps, nanya-nanya orang di jalan, dan komunikasi intens dengan Bang Antony (Ketua PCPM Bahuga). By the way ini adalah perjalananku yang pertama kali ke Kabupaten Way Kanan. Kalau kabupaten sebelumnya, aku masih pernah bertandang sekali dua kali (tapi kalau Muara Sungkai baru pertama kali). 


Rute yang kami lalui bisa dibilang adalah jalur cepatnya karena kalau harus lewat jalan yang kemarin kami lalui, bisa memakan waktu lebih lama lagi. Tapii jalur cepat bukan berarti lebih mudah dilalui yaa Ferguso. Untuk menuju lokasi tujuan kami perlu lebih banyak bertanya di jalan, lebih banyak gupek nelpon Bang Antony karena takut salah arah dan lebih banyak menemui jalan jelek. Segala rupa kebun kami lalui selama perjalanan : kebun karet, kebun sawit, kebun tebu, kebun jagung, kebun singkong juga ada. Lengkap. Jalannya pun, yang aspalnya bagus ada, yang aspal nya rusak ada, yang cuma bebatuan ada, yang cuma tanah tanpa aspal dan batu pun ada. Setiap selesai belok dan sudah menemukan “ancer-ancer” yang disebutkan Bang Antony, kami sigap nelpon abangnya lagi karena setakut itu nyasar di kabupaten ini. Kami ketemu Bang Anthony di persimpangan yang jujur aja pasti bakalan bikin kesasar kalau aja Bang Anthony gak muncul di ujung jalan itu. Untuk selanjutnya aku sebut Bang Anton aja yaa

 

2 jam di maps, faktanya 4 jam

 

Kami transit dulu di Dusun Kota Dewa dimana rumah Bang Anton berada untuk sholat dan mandi. Istri Bang Anton tidak lupa membuatkan teh hangat dan menyediakan cemilan untuk kami. Selepas maghrib kita melanjutkan perjalanan ke lokasi utama di desa sebelah, namanya Dusun Serdang Kuring. Disinilah kita bakalan menginap sekaligus melakukan pemotongan sapi keesokan harinya. Iyaa, pemotongan sapinya di halaman rumah Pak Sinwani (Ketua PCM Bahuga) yang juga jadi tempat bermalam kita. Rutinitas setiap mampir di tempat baru pun kami ulangi lagi : ramah tamah-minum teh-makan bersama. Daging ketujuh! Ditambah ayam kampung yang-kata Bang Anton-sengaja betul disiapkan Pak Sinwani setelah mengetahui kabar kedatangan kami di desa ini. 

 

Mas Deni dan Bang Antony

 

Setelah makan bersama, kami kembali bercakap cakap membahas teknis untuk besok. Tapi aku tumbang lebih dulu dan pamit tidur lebih cepat setelah ketiduran di sofa ruang tamu. Dasar pelor. Untung sudah mandi dan sholat di rumah Bang Anton, jadi aku bisa langsung merebahkan diri dan terlelap dalam hitungan menit. Aku sempet bangun jam 2 pagi dan buka laptop, terus tidur lagi di lantai sampai subuh karena ebetulan sekali daerah-daerah yang aku datangi ini udaranya cukup panas buatku.


Hari kedua pun berakhir. Sampai jumpa di part 3


Komentar

Postingan populer dari blog ini

2023: Final Review

Kubangan

Aku dan Buku