The Journey : Monitoring Lazismu (Part 1)


Hello, aku mau cerita perjalanan lagi. Akhirnya after years aku melakukan perjalanan lebih dari sehari. Senang sekali rasanyaa, apalagi kali ini tidak hanya satu destinasi. Ada tiga daerah daan semuanya butuh lebih dari satu jam untuk bisa sampai di satu tempat ke tempat lainnya. Sebetulnya ini perintah kerja, tapi tetep aja bahagiaa. Aku bersama tim aku (Mbak Jeni, Fajar, dan Mas Deni) harus keliling ke Labuhan Maringgai (Lampung Timur), Muara Sungkai (Lampung Utara), dan Bahuga (Way Kanan) untuk melakukan monitoring dan evaluasi pemotongan hewan kurban dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Mulanya aku bimbang harus berangkat ke destinasi sebanyak ini, karena pasti akan membutuhkan waktu lebih dari sehari. Kondisi pandemi bikin aku jadi was-was kalau harus bepergian dan ketemu banyak orang karena ada mbah di rumah yang jadi golongan rentan terpapar Covid-19. Long story short, aku akhirnya bersedia dan diizinkan pergi sama Bapak untuk bertugas. Soo happy. Momen bepergian seperti ini selalu memunculkan sparkling joy di aku, sampe nervous aku dibuatnya. Gak sabar betul menunggu the day dimana aku harus berangkat dan gak sabar buat packing barang yang akan aku bawa. Semua hal yang kaitannya sama perjalanan selalu meaningful buat aku, sesimpel packing sebelum bepergian pun jadi sesuatu yang dalam maknanya. Packing barang bukan hal sepele buatku, makna filosofisnya gak bisa dibilang remeh walaupun part packing kan pra perjalanan yang barang tentu kami sama sekali belum mulai masuk ke momen “perjalanannya”. Aku udah tulis soal itu di blog, jadi gak perlu aku ceritakan disini lagi yaa. Oke, gak perlu berlama-lama. Mari mulai ceritanya. 










momen briefing team


PERJALANAN


Pra pemberangkatan

Di tanggal 19 Juli Mas Deni kasih tau aku kalo pemberangkatannya adalah 20 Juli which means besok banget. Pagi harinya aku masih on work di depan laptop. My morning routine sii sejak beberapa bulan ini: bangun tidur, sholat shubuh, beres-beres dapur, masak nasi, dan kadang kadang masak sayur, beresin kamar terus buka laptop dan mengerjakan apapun yang bisa dikerjakan. Terus jam 12 siang break, makan siang dan sholat. Udah kayak kerja di kantor kaan. Tapi ya inilah yang disebut work from home. Kali ini, walaupun lagi lebaran haji aku beneran gak keluar rumah untuk sholat Id karena udah terlambat jadi ketinggalan jama’ah di masjid. 


Jam 2 siang, aku hentikan semua pekerjaan dan packing kilat. Sebelumnya sudah aku buat list kebutuhannya, jadi tinggal ngumpulin aja jadi 1. Sudah dibuat daftarnya pun masih tetep ada yang lupa dibawa. Itulah makanya I assume you to make what to bring list dari jauh-jauh hari, biar gak ada yang selip. Selesai packing aku mandi dan ganti pakaian, terus pamitan dan berangkat pake motor ke titik kumpul kami di Gedung Dakwah Muhammadiyah yang sekaligus jadi lokasi kantor Lazismu Lampung. Aku bawa 1 backpack, 1 waist bag dan (harusnya) 1 ekstra tote bag. Iya harusnya. Karena begitu sampai di titik kumpul aku menyadari kalau tote bag aku ketinggalan. Fyi, jarak rumah aku ke pwm tidak dekat guys. Butuh 20 menit menurut Google Maps. Alhamdulillah ketika disana muncul solusi yang akan kalian ketahui kalo melanjutkan membaca.


Sesampainya di kantor, kami menyiapkan barang-barang yang harus dibawa. Kami terbagi jadi 2 tim : tim pertama adalah timku (atau anggap saja begitu, karena aku gak tau yang mana yang pertama mana yang kedua wkwk) yang monev ke Lampung Timur, Lampung Utara, dan Way Kanan, sedangkan tim kedua monev ke Lampung Tengah, Tanggamus, dan Tulang Bawang Barat. Selain untuk monev, kami juga ada 2 program penyaluran lain. Sembako untuk lansia dan al-qur’an untuk masjid/musholla di lokasi pemotongan. Sembari persiapan, kami sholat ashar bergantian. Setelahnya adalah briefing bareng semua tim dan proses masukin barang-barang ke dalam mobil, lalu berangkat dehh. Mas Deni jadi driver, Fajar (sebut saja) co-driver, aku dan Mbak Jeni berdua di belakang bareng barang-barang yang kami bawa. Oiya, tim aku pake ambulance loh kendaraannya. Jadi bed pasien yang di belakang itu dilepas dan diganti sama kasur lipatnya Mbak Jeni. Voila, ambulance Lazismu sudah jadi mini campervan sekarang hahaha. This will be a very nice trip, 4 days with 4 people in an ambulance!

 

Ini penampakan kendaraan kita
 


Pemberangkatan (Selasa, 20 Juli 2021)

Tim pertama berangkat sore hari, sekitar jam 4 (atau jam 5, aku lupa). Sebelum mulai perjalanan ke Lampung Timur, kami ke rumah Mbak Jeni, Mami Banun dan mas Deni dulu buat anter daging qurban. Tanggal 20 Juli adalah 10 Dzulhijjah, dimana bertepatan dengan Iduladha 1442 H. Jadi kami semua ini belum ada yang mencicipi daging-daging di rumah, tapi sudah harus berangkat nengokin daging-daging qurban di luar rumah dan lokasinya jauh banget pula. 


Kebetulan, rumah Mami Banun itu deket banget sama rumah aku jadi setelah anter daging ke rumah Mbak Jeni aku bisa ambil barangku yang tertinggal juga ambil bantal dan selimut untuk perbekalan selama tidur di jalan serta Gorillapod buat Fajar, co-driver yang merangkap fotografer kami untuk perjalanan kali ini. Masih ada satu tempat lagi yang harus kami sambangi untuk mengantar daging, yaitu rumah Mas Deni Mas Deni di Tanjung Bintang. Perjalanan ke Tanjung Bintang kurang lebih 1 jam dan kami bersepakat untuk sholat Maghrib di rumah Mas Deni saja. Disana, kegiatan kami selain sholat adalah makan malam. Daging pertama! Setelah Isya, kami langsung melanjutkan perjalanan menuju destinasi utama : Labuhan Maringgai, Lampung Timur. 


Perjalanan lancar tanpa macet, arahnya pun aman karena hanya satu jalur untuk menuju tempat yang disebut “Simpang Sribhawono”. Disinilah huru-hara kebingungan dimulai karena ini adalah tempat dimana kami harus memutuskan belok kemana. Kalau salah belok, alamat sampai ke lokasi yang menjauhi tujuan wkwk. Apalagi kikta berempat tidak ada yang paham atau pun pernah kesana. Bermodalkan arahan dari Google Maps kami lanjutkan perjalanan mencari rumah Yustika dan Pak Nanang. Yustika itu temen kami di IMM yang kebetulan rumahnya di labuhan Maringgai dan Pakdhenya adalah Kepala Sekolah dimana lokasi pemotongan sapi berlangsung, sedang Pak Nanang adalah PIC untuk Labuhan Maringgai. Tapi, keberuntungan belum memihak kami hari ini. Atau mari dibalik, Allah mungkin sedang menguji kami. Katanya berbuat baik itu memang banyak ujiannya.


Jadi, kami semua nyasar dan harus masuk ke tengah-tengah kebon sawit yang gelap, mengerikan dan jalannya jelek. Karena kami kelewatan 1 tikungan, sistem Google mencarikan kami jalan terdekat dan jalan terdekat itu adalah perkebunan sawit. Semakin jauh berjalan, semakin mengerikan keadaannya. Yang tadinya kami masih bisa lihat jalan lintasannya, lama kelamaan jadi cuma rerumputan tinggi-tinggi. Sampai akhirnya, Mbak Jeni memutuskan untuk menghubungi PIC Labuhan Maringgai dan minta petunjuk, lalu instruksinya adalah kami harus putar balik ke jalan besar bertemu di titik yang ditentukan. Beruntung kami punya Fajar yang bisa bantu kasih arahan putar balik di medan sulit seperti itu. 


Ini kurang lebihnya rute kita


Yang aku pikirkan saat itu adalah : kami harus siap dengan segala kemungkinan yang terjadi. Lokasi kami di Lampung, khususnya Lampung Timur, bukan isapan jempol saja soal keberadaan begal. Dalam berbagai kasus nyasar di kegelapan, aku lebih takut sama manusia jahat yang disebut begal dibanding takut sama makhluk halus. Kalau aku boleh memperjelas lagi, selamam berjalan di perkebunan sawit itu, kami tidak berpapasan dengan manusia ataupun kendaraan sama sekali dan ini bikin tambah jadi over thinking. Kondisinya jadi serba salah, tapi aku memutuskan untuk tetap tenang. Aku pakai prinsipnya Dzawin ketika naik gunung, kalau melihat atau merasakan sesuatu yang mistis saat pendakian, lebih baik diam saja dan menceritakan saat sudah selesai karena itu akan mempengaruhi mental rekan satu tim dan boleh jadi malah mengurangi kualitas kerja semuanya. Padahal setelah ditanya “Kamu panik apa nggak?’ Jawabannya ya paniklah! Selip dikit kami nggak pulang guys hahahaha.


Setelah keluar dari jalur sawitan dan masuk ke area perkampungan, kami semua (atau minimal aku) menghembuskan nafas lega karena berhasil selamat dari ancaman. Lalu kami semua berjalan ke titik yang disebutkan Pak Nanang lewat telepon. Di perjalanan menuju rumah Pak Nanang kami semua menertawakan kenaifan kami sampai bisa nyasar ke tengah hutan kayak gitu. Di rumah Pak Nanang kami disambut dengan sangat hangat karena ternyata mereka sudah menantikan kedatangan kami semua. Disana, kami disuguhi teh hangat, pempek dan juga makan besar pakai daging dan ayam. Daging kedua! Selesai makan dan melakukan koordinasi singkat untuk pelaksanaan agenda esok hari, kami berpamitan untuk ke rumah Yustika karena keputusan kami malam itu adalah menginap di rumah Yustika saja. 


Di rumah Yustika, begitu sampai kami harus minum teh lagi karena sudah disiapkan juga sama Yustika yang nungguin kami dari sore. Maaf yaa yus wkwk. Setelah minum teh dan ngobrol dikit sama Ayah dan Ibunya Yus, kami bersih diri dan istirahat. Tidak betul-betul istirahat sii, karena aku dan Mbak Jeni masih sempat buka laptop untuk mengerjakan tugas dan aku masih dengar sayup-sayup suara orang ngobrol di ruang tamu. Lewat tengah malam baru mataku terlalu ngantuk untuk dipaksa bekerja, akhirnya aku izin untuk tidur duluan dan Mbak Jeni masih berkutat dengan tugasnya. 


Hari ini selesai, dan ditutup dengan syukur karena batal jadi santapan begal wkwk. Sampai jumpa di part 2 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Buku

Jika Tuhan Maha Mendengar, Untuk Apa Kita Berdo'a?

2023: Final Review