Gosip for lyfe



Sebelumnya, tulisan ini bukan usahaku untuk menghalalkan ghibah yaa guys ;)

Ceritanya, tanggal 4 April lalu, adikku, Naban, menulis soal gosip di blog pribadinya. Buat yang belum baca, bisa dibaca dulu disini. Eh pas banget aku lagi cari inspirasi bahan tulisan, langsung ke-trigger deh sama tema tulisannya. Jadi, terimakasih untuk Naban dan gosipnya hehe. Disini aku cuma mau menggambarkan dari another view aja sii. Belum sehebat itu untuk melemparkan sanggahan.

Di tulisannya, Naban menceritakan satu pengalaman yang disitu ada akunya. Responku ya cuma senyum-senyum aja. Wong emang benar begitu adanya. Ngobrolin something atau someone yang berkaitan sama Mu’allimin itu sexy buatku. Sepanjang ingatanku, tidak pernah membosankan kalo yang digosipin adalah saudara kita yang ganteng-ganteng itu. Mari lanjut ke topik utama. Disini, makna gosip yang dimaksud adalah “persebaran informasi” bukan “ghibah” yaa. Jadi kalau dimaknai seara luas ternyata gosip itu nggak semata mata ngomongin keburukan orang lain.

Memang betul gosip itu dekat dan lekat sekali dengan kami, kaum perempuan. Walaupun ndak bisa juga digeneralisasi kalau perempuan itu suka gosip. Aku bahas berdasarkan apa yang diceritakan Naban aja. Dalam proses persebarannya, gosip di Mu’allimaat kalau di breakdown ternyata ada beberapa sebab.

Pertama, nggosip jadi salah satu katarsis bagi kami. Katarsis itu, kalau dalam ilmu psikologi adalah cara mengekspresikan emosi. Pikiran manusia itu ibarat pabrik, nah katarsis itu jadi proses pembuangan limbahnya. Memang naturally kami para perempuan menjadikan bercerita sebagai salah satu katarsis. Ada salah satu riset yang menyebutkan bahwa memang terdapat perbedaan struktur otak perempuan dan laki-laki. Aku baca di salah satu artikelnya Kumparan.com, bisa dibaca disini btw. Nah perbedaan itu menyebabkan proses pelampiasan emosinya juga berbeda caranya. Otak laki-laki itu seperti loker-loker berlabel dan satu loker kosong. Ketika menemui titik jenuh atau sedang butuh pelarian, laki- bisa mudah saja masuk ke dalam loker kosong tersebut. Berbeda dengan perempuan, struktur otaknya seperti kabel-kabel komputer yang saling silang. Kabel yang satu dengan yang lain pasti saling terkait. Maka ketika jenuh harus ada yang “dibuang” biar gak konslet. Terlepas dari apa atau siapa yang dijadikan bahan, nggosip itu bisa jadi obat jenuh buat kami.

Kedua, kesempatan ngobrol kita lebih banyak. Kalau di Mu’allimaat, anak asrama sudah tidak boleh keluar sejak adzan Maghrib berkumandang. Jadi kami lebih punya banyak waktu untuk saling bertatap muka. Ada kesempatan, ada bahan, gosip pun jalann.

Ketiga, cerita soal anak Mu’allimin itu udah kayak nonton drama Korea : banyak serinya. Terus biasanya yang jadi informan yaa orang itu itu aja : yang punya kerabat, atau yang punya kenalan. Sisanya, harus ikhlas hanya menjadi pendengar ketika para informan ini menyampaikan berita. Nah dari sini, kadang si penerima berita ini “ketagihan” buat mendengarkan kelanjutan ceritanya. Itulah kenapa namanya Naban bisa bertahan sampai tiga generasi.

Kata Naban gosip justru jadi sesuatu yang menguntungkan kalau tidak diartikan secara sempit sebagai “ngomongin orang”. Betul sekali itu. Lebih dari sekadar menguntungkan, malah menurutku gosip bisa jadi salah satu cara bertahan hidup. Punya temen nggosip, berarti tugas kita sebagai makhluk sosial sudah terlaksana. Naluri berinteraksinya terfasilitasi, kebutuhan psikisnya juga terpenuhi.

Gosip juga bisa jadi alat pemersatu. Temen-temen ada yang suka membaca bukunya Andrea Hirata? Pasti nggak asing kan dengan Warung Kopi Usah Kau Kenang Lagi. Di tempat itu, yang dilakukan pengunjung selain ngopi adalah bergunjing. Dalam salah satu novelnya bahkan Andrea menyebutkan kalau ingin mendapat informasi paling valid, datang dan dengarkanlah pembicaraan di warung kopi. Siapapun yang datang, preman kampung, pengangguran, kuli timah, bapak guru, petani, semuanya bisa tiba-tiba jadi akrab dan kompak menggunjingkan apapun. Yhaa begitulah kira-kira

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2023: Final Review

Kubangan

Aku dan Buku